Kupang Online [KUPANG] - Semua warga NTT, dimana saja yang panya kesungguhan hati membangun NTT dijamin tidak ada hambatan. Termasuk keinginan menggunakan hak politiknya untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di Kota Kupang, pasca “DUO DAN”.
Salah satu warga Kota Kupang, keturunan Rote-Ndao, Freddy Ndolu kepada Mingguan KOTA mengaku sangat siap untuk maju dalam perhelatan politik lima tahunan di Kota Kupang. Guna merealisasi niat baiknya itu, saat ini ia tengah secara intens membangun komunikasi politik dengan sejumlah politisi di DPRD Kota Kupang.
Freddy menegaskan dirinya tidak berminat bermanuver lewat jalur independen. Menurut Freddy ditinjau dari aspek politik jalur independen sangat tidak mendidik warga. “Kita mencoba lebih memberdayakan partai-partai politik yang ada, sehingga wadah politik yang resmi diakui pemerintah itu dapat diberdayakan. Lewat parpol yang ada kita bisa mendidik masyarakat di NTT cara-cara berpolitik yang baik,” kata Freddy.
Terhadap berbagai kritik warga terhadap dirinya, yang secara berani menyatakan akan ikut bertarung dalam suksesi Walikota mendatang Freddy tidak bergeming. Malah bagi dia berbagai kritik itu justru merupakan bukti bahwa dia akan mendapat dukungan luas, karena dengan kritik itu dia akan lebih dikenal, bahkan lebih dari itu dia akan berupaya terus memperbaiki diri kearah yang lebih baik dalam rangka membangun kota Kupang ke depan. “Info yang memfitnah saya saja selalu saya terima dan syukuri, apalagi info-info yang berisi pujian kepada saya. Tentu akan saya sikapi dengan baik,” kata Freddy.
Figur yang satu ini merupakan sosok yang tergolong unik untuk ditawarkan kepada publik di NTT, karena meskipun telah kurang lebih 28 tahun berkarir di luar Kota Kupang, bahkan sampai ke manca negara, namun toh namanya masih terus disebut-sebut warga Kota Kupang sebagai calon pemimpin masa depan. Nama Freddy masuk dalam jajaran figur berpotensi memimpin Kota Kupang setelah masa kepemimpinan “DUO DAN”. Menurut sebagian warga, jika Freddy Ndolu lolos sebagai calon Walikota Kupang, dia akan menjadi lawan yang berat bagi sejumlah politisi di Kota Kupang.
Ada hal menarik dari Freddy. Baginya jabatan bukanlah hal yang harus dikejar. Bagi mantan wartawan RRI Jakarta ini, jabatan sesungguhnya bisa diperoleh dimana saja, jika seseorang itu memiliki dedikasi, loyalitas dan prestasi dalam tugas. Tetapi jabatan itu sangat tidak berarti jika tidak ada nilai-nilai pengabdian bagi masyarakat banyak.
Sebagai seorang yang memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman, menjadi Walikota Kupang adalah sebuah pengabdian untuk membawa warga kota yang masih terbelakang menjadi lebih baik kehidupan ekonominya. “Kupang merupakan tempat pengabdian bagi saya. Bukan tempat mencari rejeki,” katanya.
Bagi Freddy, ia telah mendapatkan rejeki di rantau orang dari hasil kerja kerasnya. Dia mengaku secara jujur bahwa telah sekian tahun dia bekerja keras di rantau orang mencari harta dan kekayaan itu sehingga Tuhan sudah memberikannya rejeki yang cukup, bukan hanya untuk sekedar makan dan pakai. Sehingga ketika di Kupang dia ingin mengabdi dan membagi berbagai pengalaman yang diperoleh di luar.
“Jika Tuhan berkenan, saya ingin menjadi orang nomor satu di Kota Kupang. Dan jabatan yang saya emban itu akan saya jadikan amanah untuk memimpin, bukan sekedar sebagai pejabat” ujar Freddy.
Menurutnya, sebelum menjadi seorang pemimpin, satu hal penting yang harus dipahami adalah adanya perbedaan antara menjadi seorang pemimpin dan menjadi seorang pejabat. “Menjadi pemimpin, kita mengemban tugas yang amat berat karena selain harus menjadi teladan, kita harus bisa mempercayai dan dipercayai rakyat, siapapun dia,” tegasnya.
Karena itu, lanjut Freddy, untuk membuktikan diri sebagai seorang pemimpin, dirinya mulai menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam berpolitik, karena itu justeru sebagai pembuka pintu pembangunan di Kota Kupang, termasuk pembangunan di bidang politik dan demokratisasi. Jika pintu masuk tersebut telah saya temukan, saya pasti akan mempraktekkan nilai-nilai berdemokrasi yang murah tapi meriah dengan tertumpu pada kepercayaan penuh pada suara rakyat kota, karena suara rakyat adalah suara Tuhan.”
Rekam Sukses Freddy
Pria yang akrab disapa dengan Freddy Ndolu ini adalah seorang wartawan senior dengan segudang pengalaman baik di dalam maupun di luar negeri yang tentunya dapat digunakan sebagai referensi baginya untuk membangun kota ini kelak jika ia dipercaya menjadi Walikota Kupang periode 2012-2017 pasca kepemimpinan DUO DAN.
Tamat dari SMAN I Kupang tahun 1982, melanjutkan sekolahnya untuk mendapatkan gelar diploma 3 di Akademi Hubungan Internasional tahun 1983. Ia kemudian memperoleh gelar sarjana Administrasi Publik dari Academic of State Public Administration dan gelar pasca sarjananya di bidang Komunikasi di Universitas Indonesia.
Kariernya di dunia jurnalistik ia retas dengan menjadi news editor, producer, newscaster, dan interviewer di Voice of Indonesia (VOA) tahun 1987-1997. Tahun 1997-2004 dia menjadi penyiar di RRI siaran dalam negeri. Dalam kurun waktu 2001-2002, dia menjadi pembawa acara untuk Otonomi Daerah di TVRI, tahun 2003 dia membuka situs Indonesia Satu dengan alamat situsnya www.indonesiasatu.com yang memuat isu-isu kepemimpinan bangsa-sebuah acuan bagi dia dalam membangun karakter pemimpin masyarakat yang sebenarnya. Tahun 2005-2007 dia menjadi pembawa acara program Oposisi di QTV talk show. Tahun 2005 sampai sekarang, selain sebagai Direktur Indonesia Satu Communication, ia juga berkarya sebagai pengajar bidang Psikologi Komunikasi di Institute of Business Informatics Indonesia (IBII) Jakarta.
Kandidat walikota yang satu ini juga memiliki pengalaman luar negeri yang patut dibanggakan. Dia pernah mewawancarai sejumlah tokoh pemimpin besar dunia seperti pemimpin Palestina Yasser Arafat, wakil presiden Irak Talha Yasin, dll. Dia juga termasuk dalam sedikit (bahkan mungkin satu-satunya) orang NTT yang berkesempatan untuk meliput berbagai peristiwa penting dunia seperti antara lain pertemuan rahasia Palestina – Israel – Amerika Serikat di Oslo Norwegia tahun 1994, pertemuan APEC, OPEC dan G 15 di Jakarta, Wina dan Jamaika, pertemuan segitiga antara Indonesia – Portugal yang ditengahi oleh PBB di New York tahun 1999, peliputan di berbagai negara dalam kapasitasnya sebagai seorang wartawan Istana Presiden sejak tahun 2000-2004. Untuk menyempurnakan kemampuannya-meskipun sudah sebagai seorang wartawan senior, ia juga tidak segan mengikuti kursus khusus tentang Radio Reporting Skills di Washington DC tahun 1995 dan juga Special Workshops tentang Hak Anak di Kuala Lumpur Malaysia.
Antara tahun 2004-2008, dua judul buku telah ia tulis dan publikasikan. Keduanya adalah; DIA: Sebentuk Potret Megawati Sukarnoputri, diterbitkan oleh Magnum tahun 2004 dan Most Wanted Leaders – Sebuah Trilogi, Sosok dan Pemikiran 64 tokoh Indonesia, diterbitkan oleh Indonesia Satu Publisher, tahun 2008.
By. YPz