Kota Online [KUPANG] - Diam-diam komunikasi politik antar politisi PDIP dengan para politisi Gerindra NTT berjalan intens. Dile-dile politik pada tataran koalisi menghadapi suksesi Walikota dan Wakil Walikota Kupang, justru semakin mencapai kata sepakat. Meskipun belum dicetuskan secara resmi oleh lembaga partai. Semangat untuk berkoalisi secara personal nampaknya sudah berlangsung lama. Sudah bisa ditebak, target para politisi kedua partai besar di NTT itu adalah memenangkan laga kompetisi Walikota Kupang pasca “DUO DAN.”
Menurut Sekretaris DPD PDIP NTT Nelson Matara, PDIP NTT sudah berkomitmen untuk berkoalisi dengan Gerindra menghadapi suksesi Walikota Kupang pasca DUO DAN. Namun soal memastikan siapa yang akan tampil sebagai orang nomor satu, belum ditentukan karena itu merupakan kewenangan lembaga.
“Semangat berkoalisi sudah ada, tinggal penyelesaian administrasi saja. Karena untuk menghadapi suksesi Walikota Kupang mendatang PDIP tidak bisa berjalan sendiri karena PDIP hanya 4 kursi di DPRD Kota, sehingga harus berkoalisi,” jelas Matara, menjawab Mingguan KOTA, di Restoran Nelayan 23 Desember lalu.
Jika tidak ada perubahan sikap politik antara kedua Parpol itu untuk menetapkan paket kandidat maka, diprediksi koalisi dua partai besar ini berpeluang kuat memenangkan kompetisi Pilkot Kupang 2012 mendatang. Alasan pertama, secara riil pada Pemilu Legislatif 2009 lalu dua partai ini memperoleh suara cukup signifikan dan berhasil merebut 7 kursi di DPRD Kota (PDIP 4 kursi dan Gerindra 3 kursi). Kedua, dari segi waktu kerja, kandidat koalisi besar ini memiliki cukup banyak waktu dalam rangka melakukan sosialisasi diri.
Belajar dari pengalaman suksesi Gubernur NTT, dua tahun lalu, bahwa kemenangan paket Fren sangat diuntungkan oleh faktor waktu. Selain faktor waktu, para politisi PDIP sangat cermat membaca kemauan politik masyarakat NTT. Sehingga dalam menentukan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, PDIP mampu menjawab aspirasi semua golongan di NTT yakni mengakomodir kepentingan etnik dengan memilih pasangan yang relatif serasi.
Apakah peristiwa ini bisa terulang di Kota Kupang? belum pasti. Jika dalam pengambilan keputusan politik secara lembaga, ada kader PDIP yang memiliki kemampuan lebih untuk maju sebagai orang nomor satu dan diakomodir oleh partai, maka Gerindra NTT harus menghargainya. Artinya Gerindra NTT harus ‘banting stir’ jalin komunikasi ulang dengan partai lain untuk membangun koliasi.
Wakil Ketua DPD PDIP NTT Kristo Blasin menepis sinyalemen koalisi yang dilecutkan para pengurus Gerindra NTT saat deklarasi kandidat Walikota Kupang periode 2012-2017, 16 November 2010 lalu. Menurut PDIP, tidak sekedar menyatakan ya atau tidak untuk berkoalisi dengan Gerindra menghadapi musim Pilkada Kota nanti. Konkritnya PDIP belum pasti berkoalisi dengan Gerindra.
Alasan logisnya adalah pertama, dalam Pileg (Pemilu Legislatif) tahun 2009 lalu PDIP berhasil menyumbang empat kursi di DPRD Kota Kupang, sehingga secara kuantitas PDIP jauh lebih berpeluang berdiri sendiri ketimbang berkoalisi. Kedua, secara kualitas PDIP merupakan partai besar yang memiliki banyak kader pemimpin potensial yang setiap saat siap menerima mandat menjadi pemimpin di Kota Kupang. Ketiga, secara organisatoris, PDIP punya mekanisme baku yang harus dilalui secara berjenjang. Artinya koalisi bukan ditentukan oleh kader secara sendiri tanpa persetujuan induk organisasi. Keempat, sebagai partai besar yang sudah matang, tentu para kader PDIP pada level provinsi maupun kota tidak gampang menerima tawaran koalisi, sekalipun tawaran itu datang dari partai besar.
Kristo Blasin menyebutkan, partainya punya prosedur yang secara bertahap harus dilalui. Tidak mudah menerima tawaran dari partai manapun soal suksesi Walikota Kupang pasca DUO DAN. Dengan enteng Kristo menepis pernyataan Ketua DPD Gerindra NTT, Et Foenay yang mengatakan bahwa Gerindra sudah resmi berkoalisi dengan PDIP secara berjenjang dan kader PDIP telah bersedia menjadi orang kedua. “ Ya tentu tidak semudah yang disebutkan oleh Pak Et Foenay pada saat deklarasi dirinya sebagai Walikota Kupang. Kami di PDIP sendiri belum pernah menyatakan sikap,” ujar Ketua Forum Parlemen NTT itu.
Politisi senior PDIP yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat wakil walikota satu paket dengan Ketua DPD Gerindra NTT ini mengungkapkan bahwa sebelum mengajukan kader dari partainya menjadi kandidat walikota maupun wakil, didahului dengan melakukan survey guna mengetahui keinginan warga Kota Kupang terhadap figur pemimpin yang bakal muncul dari PDIP meskipun dia itu akan tampil sebagai wakil sekalipun. “Kami masih melakukan survey. Dari hasil survey itulah baru dapat memastikan siapa yang akan maju baik sebagai kandidat wakil maupun sebagai kandidat walikota,” jelas Ketua Fraksi PDIP di DPRD Provinsi NTT.
Kristo dimintai pendapat sehubungan dengan sikap politik Partai Gerindra NTT yang secara resmi disampaikan oleh Ketua DPRD Et Foenay pada momentum deklarasi kandidat Walikota Kupang pada 16 November 2010 lalu di Kupang. Ketika itu, disebutkan bahwa Gerindra sudah final berkoalisi dengan PDIP guna memenangkan suksesi Walikota Kupang pasca kepemimpinan DUO DAN. Disebutkan juga bahwa politisi PDIP yang sedang dilirik berpasangan dengan Ketua DPD Gerindra sebagai wakil Walikota yakni, Kristo Blasin, Nico Frans dan Epi Seran. Untuk itu Kristo kembali menegaskan, partainya belum mengeluarkan sikap politik soal koalisi itu. “Jadi yang pasti belum ada sikap resmi dari PDIP untuk berkoalisi dengan Gerindra menuju suksesi Walikota Kupang.”
Sebelumnya Ketua DPD Gerindra NTT Et Foenay menyatakan bahwa pihaknya sudah final berkoalisi dengan PDIP. “Kita sudah final berkoalisi dengan PDIP untuk memenangkan pemilihan Walikota Kupang periode 2012-2017 mendatang,” kata Et Foenay ketika mendeklarasikan diri sebagai kandat Walikota Kupang.
Sementara salah satu Wakil Ketua DPD PDIP NTT, Harry Teopilus. Menyebutkan bahwa, sikap politik Ketua DPD Gerindra NTT soal telah resmi berkoalisi dengan PDIP adalah berdiri sendiri, tidak ada kaitan dengan sikap partai. Menurut Harry secara kelembagaan, PDIP NTT belum menyetujui siapapun kadernya untuk berpasangan dengan kader dari Gerindra sebagai kandidat Wakil Walikota.
“Yang saya tahu, PDIP belum menyatakan sikap berkoalisi dengan Gerindra. Saya kira PDIP tidak kekurangan kader yang berpotensi. Baik di PAC-PAC, DPC Kota Kupang maupun di DPD, yang selalu siap didorong oleh partai sebagai wakil walikota maupun sebagai Walikota,” katanya.
Kader PDIP yang satu ini cukup punya alasan, karena sepertinya dia telah siap bermain dalam panggung Pilkot Kupang setelah DUO DAN. Kepada Mingguan KOTA di kediamannya di bilangan Kayu Putih, Kota Kupang pertengahan Desember lalu, Harry menyatakan keseriusannya untuk maju sebagai kandidat Walikota Kupang. Sebagai kader partai, pihaknya tetap menunggu sikap resmi organisasi. Namun bagi mantan Kadis PU Kota Kupang ini, jika kemudian ia tidak masuk dalam daftar kader partai yang didorong oleh PDIP sebagai kandidat Walikota Kupang maka bukan soal bagi Harry. “Saya tetap menunggu keputusan partai. Tapi, sesungguhnya saya sudah siap maju sebagai kandidat Walikota Kupang. Kalaupun tidak dengan PDIP, saya tetap berpikir maju, dengan kendaraan lain,” ujarnya.
Adalah Harry Teopilus, salah satu tokoh yang berpeluh-keringat ikut meletakkan fondasi Kota Kupang sejak tahun 1996 ketika Kupang resmi jadi Kota Madya. Ketika itu dia bekerja sebagai tenaga teknis ‘orderan’ dari Dinas PU Provinsi untuk bersama-sama para pegawai teknis organik Kota Madya lainnya meletakkan dasar mula-mula Kota Kupang. “Kemajuan Kota Kupang yang kita nikmati hari ini, perlu dirawat. Masih harus terus dikembangkan menjadi kota yang modern kota yang bermartabat, kota yang berbudaya Kasih dan kota yang memberikan kesejahteraan penuh kepada warganya,” pungkas mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTT ini.
Masih menurut Harry, seorang pemimpin Kota Kupang ke depan harus berusaha menghindar dari issu primordialisme. Menjadi pemimpin di Kota Kupang, mesti menyingkirkan jauh-jauh sekat-sekat suku, agama dan golongan. Karena ketika seorang pemimpin memasukkan paham suku, agama dan golongan dalam menata Kota Kupang maka prediksinya, cepat atau lambat kota yang dilandaskan dengan KASIH ini bisa berantakan. “Saya tidak sepaham dengan mereka yang lebih menonjolkan kekuatan suku, agama dan antar golongan sebagai kekuatan pendukung menuju suksesi walikota ke depan,” tandas Harry.