IKLIM politik di Kota Kupang, bahkan di NTT secara umum, akan terus bergeser ke titik panas, menjelang pergantian Walikota Kupang 2012 dan menghadapi suksesi Gubernur 2013. Pasalnya, DPD Gerindra NTT akan dipegang oleh tokoh populis Ir. Esthon Feonay M.Si menggantikan posisi saudara sepupunya Om Et yang baru saja menghadap Sang Pencipta. Artinya akan ada strategi-strategi baru yang bakal dibuat Gerindra NTT yang jauh di luar dugaan banyak orang.
Sejak masih hidup, Om Et sudah cukup memberi warna demokrasi yang baik bahkan sempat mendorong suhu politik di Kota menjadi hangat. Sebab ketika itu, sebagai Ketua DPD Gerindra maupun Wakil Ketua DPRD NTT, secara berani dan secepat-kilat Om Et meproklamirkan diri secara resmi maju sebagai bakal calon walikota lewat Partai Gerindra dengan wacana koalisi bersama PDIP. Bahkan sudah langsung menyebutkan calon wakilnya adalah Kristo Blasin, kader dari PDIP yang dianggap cerdas.
Trik politik almarhum ini sempat membuat ketar-ketir sejumlah politisi kota yang juga ingin maju. Para politisi di kota sempat melakukan kalkulasi politik soal basis dan massa riil yang bakal menjadi pendukung utama Om Et. Mereka menghitung betul pengaruh figur Om Et khusus bagi komunitas etnis tertentu ketika itu. Ketika Ketua DPD Gerindra NTT itu jatuh sakit hingga mengakhiri riwayat hidupnya, ada sejumlah politisi kota sempat menepuk dada bahwa kepergian Om Et, memberi ruang luas bagi mereka untuk memenangkan pertarungan merebut kursi walikota nanti dengan perhitungan masa besar pendukung Om Et akan tersedot masuk dalam rangkulannya. Ha..ha…! tidak semuda itu.
Pekan lalu dari kamar pimpinan Gerindra NTT berhembus kabar angin bahwa sudah ada signal dari pendiri dan pemilik Partai Gerindra Prabowo Subianto bahwa figur Ir Esthon Foenay, M.Si, akan didorong untuk mengendalikan roda organisasi Gerindra NTT. Nama Esthon sudah digodok matang melalui sebuah mekanisme partai secara internal pengurus DPD NTT. Kabarnya sudah diantar oleh pengurus DPD Gerindra NTT langsung ke meja kerja Ketua Dewan Pembina Pusat Gerindra di Jakarta dan telah direstui. Memang informasi tentang bergabungnya Esthon ke Gerindra NTT ini masih belum bisa diumumkan ke publik, sebab segenap pengurus dan simpatisan Gerindra NTT masih belum rela melepas kepergian Om Et selaku Ketua DPD Gerindra NTT. Karena selain sebagai tokoh kunci Gerindra NTT, almarhum juga memiliki hubungan dara kental dengan Esthon sehingga tidak elok jika secara mudah mengumumkan ke publik soal pengisian posisi Ketua DPD Gerindra NTT yang lowong.
Bukan saja soal Ketua DPD, tetapi juga menyangkut salah satu jabatan Wakil Ketua DPRD NTT yang sebelumnya ditempati oleh Om Et, sebagai jatah dari Partai Gerindra yang kini sudah kosong. Menurut sumber dalam Gerindra, soal siapa yang akan mengisi dua jabatan strategis bagi Gerindra NTT ini, baru akan diumumkan ke publik pada saat batas waktu berkabung sudah dinyatakan selesai. “Kita akan menjelaskan secara terang benderang ketika selesai melakukan syukur 40 hari meninggalnya Om Et. Jadi belum bisa kami jelaskan saat ini. Kita harus menghargai, tokoh kita. Tapi yang masti secara internal kita sudah bicarakan tinggal dinformasikan ke warga dan simpatisan Gerindra NTT,” kata sumber dari Garindra.
Belum bisa dipahami lebih jauh maksud dibalik strategi kepercayaan Prabowo Subianto, menyetujui Wakil Gubernur NTT ini untuk mengendalikan partainya di NTT. Tapi yang pasti, Probowo ingin partainya besar, Probowo ingin partainya dikelola oleh figur-figur cerdas, figur yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi, tokoh yang mewarisi jiwa kebapaan, punya segudang pengalaman baik soal pemerintahan maupun soal kemasyarakatan. Memilih sesorang memimpin partai politik di era ini, tentu tidak asal-asalan, tidak sekedar ‘tangkap’ orang di jalan-jalan umum untuk memimpin partai. Perlu diketahui bahwa kedudukan partai politik dalam negara saat ini sangat penting dan strategis. Partai yang sudah resmi dan diakui sah sebagai Organisasi Sosial Politik (Orsospol) perserta Pemilu, maka semua kader dalam partai itu memiliki peluang besar menjadi pemimpin negara dan berkuasa mengelola pemerintah.
Artinya semua yang menyangkut jabatan politik akan diisi oleh para kader yang dimiliki partai politik yang kemudian ditawarkan melalui mekanisme pemilihan umum. Para kader partai punya peran penting untuk mengatur arah, haluan dan masa depan negara dan daerah, hingga ke masyarakat yang paling bawah. Partai Gerindra misalnya, tidak perlu diragukan lagi eksistensinya karena termasuk salah satu Orsospol besar yang sudah memenuhi parlementeri threshold dan masuk dalam jajaran 9 besar partai yang sudah lolos dari verifikasi nasional.
Analisis Mingguan KOTA, pertama; jika benar Ir Esthon L. Foenay, M.Si resmi memimpin DPD Gerindra NTT maka itu sesuatu yang biasa-biasa saja. Bahwa dalam prosos rekruitmen politik sangat wajar kalau partai mencari figur-figur yang dianggap memiliki kapasitas, kapabilitas dan akuntabilitas yang terukur.
Kedua, Esthon L Foenay adalah pemegang mandat pembentukan Partai Gerindra di NTT di NTT, sekaligus sebagai ketua Dewan Penasihat Gerindra, sehingga ketika posisi kepemimpinan partai itu lowong maka wajar juga kalau ia diminta untuk mengisi posisi itu, sepanjang yang bersangkutan tidak keberatan.
Ketiga; tentu keputusan memilih Esthon L Foenay menggantikan saudara sepupu-nya, sudah melalui berbagai pertimbangan yang matang antara Prabowo bersama para kader partai di daerah, dan telah menghitung segala untung-rugi ketika memastikan pengganti Om Et dengan saudaranya sebagai calon tunggal Ketua DPD Gerindra NTT.
Bahwa memang dalam menghadapi beberapa event politik besar yakni suskesi Walikota Kupang 2012, Suksesi Gubernur 2013 dan Pemilu Legislatif 2014 sesungguhnya Partai Gerindra membutuhkan figur sekelas Esthon Foenay. Menurut analisa sementara, pertama; Gerindra NTT ingin memenangkan Pemilihan Walikota Kupang sesuai cita-cita Om Et sebelum meninggal. Kedua; Gerindra juga ingin memunculkan kader sebagai calon Gubernur NTT, bukan lagi sebagai wakil tanpa berkoalisi dengan partai manapun. Ketiga; Partai Gerindra menargetkan memenangkan Pemilu 2014 dengan menyapu bersih kursi di DPRD Provinsi dan bahkan di Kabupaten/Kota.
Lalu bagamana dengan FREN jilid II? Yang pasti sebuah keputusan politik tidak bisa bertahan lama jika kepentingan kelompok dan golongan dipandang lebih penting dari sekedar komitmen. Om Esthon pasti sudah siap keluar dari komintmen bersama Fren lalu bersedia menerima berbagai resiko jika harus berbentur dengan kepentingan FREN pada satu sisi, dan memperjuangkan kepetingan Gerindra pada sisi lain. Apakah ini benar?**
Oleh: Yesayas Petrusz