KOTA ONLINE (KUPNG) - ADAGIUM peran domestik perempuan hanya berurusan dengan “kasur dan dapur” yang dianggap sebagai bentuk pemasungan hak-hak kaum perempuan di era ini hendak ditepis hilang. Jaringan Perempuan Politik (JPP) NTT menyodorkan tiga tokoh perempuan moderat yakni; Teda Littik, Niken Mitak dan Lory Foeh yang kaya gagasan, cerdas, komunikatif dan mewarisi kepekaan sosial yang tinggi untuk ‘berperang’ bebas dengan kaum adam yang kian dibalut dengan sikap-sikap dan pola pikir konsumeris, egoistis, primordialistik dan etnik-sentris.
Ketiga srikandi Kota Kupang, dr Yovita Anike Mitak, MPH. dr. Tenggudai (Teda) Littik dan Pdt Lory Lena Foeh sepakat saling berhimpit belakang ‘melawan’ dominasi politisi kaum adam Kota Kupang yang semakin ganas ingin kembali merebut kursi Walikota Kupang, pasca “DUO DAN.” Representasi perempuan Kupang ini, berkomintmen, jika salah satu di antara mereka lebih berpeluang mendapat kenderaan politik menuju suksesi, akan didukung penuh oleh yang lain dengan target harus menang. Mereka yakin, seluruh komunitas perempuan maupun laki-laki Kota Kupang akan tumpah ruah memberikan dukungan politik.
“Tekad dan kerinduan perempuan NTT untuk memimpin kota ini sudah terpendam lama. Saya ingat betul pernyataan mantan Gubernur NTT Pak Piet Tallo (alm) pada September 2001. Di hadapan Pak Nomeseoh (Kabid Sospol Kota Kupang) waktu itu, Pak Piet Tallo bilang, dia ingin walikota seorang perempuan. Makanya semenjak beliau jadi Gubernur banyak perempuan potensial diberikan ruang untuk memangku jabatan-jabatan penting. Baik di pemerintahan maupun di politik perempuan digebrak secara khusus untuk meningkatkan partisipasi politiknya. Dan sekaranglah saatnya jika dipercayakan masyarakat Kota Kupang dan diridhohi Tuhan Yang Maha Kuasa, perempuan akan siap menjadi Walikota periode 2012 – 2017,” papar Ibu Heny Markus, Ketua IV JPP NTT.
Tiga figur perempuan ini tidak secara tiba-tiba muncul memamerkan kemampuan sendiri tapi sudah melalui suatu proses seleksi ketat dan pergumulan panjang dari para tokoh perempuan Kota Kupang. Tentu sebebelum menunjuk ketiga tokoh perempuan NTT ini, ada parameter kahusus yang digunakan JPP NTT untuk mengukur keunggulan para tokoh perempuan di kota ini berkaitan dengan kompetensi diri baik soal kapasitas, kapabilitas, akuntabilitas, aksesibilitas dan personilitas.
Karena dari hasil rilis Mingguan KOTA, para tokoh perempuan yang terlibat dalam tim 11 dari JPP adalah para senior perempuan yang luar biasa, miliki kemampuan dan pengalaman yang sangat terukur. Mereka adalah Prof Dr. Mien Ratoe Oedjoe (Ketua JPP NTT), Dra. Heny A. Markus; Dra. Fatima Daniel; dr. Ichi Lie, Frouk Rebo, BSc, Ir. Dece Nisnoni, MSi; Fin Agoha, BA; Reni Masu, SH. MHum; Dra. Erny Nappoe, MM; Veronika Ata, SH; dan An Kolin, SH. Out put dari hasil kerja keras tim 11 ini, tentu dengan harapan kuat bahwa ketiga bunda kota ini bisa menjawab sebagian besar suara hati kaum perempuan se-Kota Kupang, bahwa kali ini harus figur perempuan ambil peran kepemimpinan di Kota Kupang, sebagai Walikota.
Kaum perempuan kini semakin cerdas, kritis dan sadar untuk mengembalikan hak-hak mereka yang sudah begitu lama dibiarkan dikuasai oleh kaum laki-laki. Lahan-lahan garapan yang tersedia yang mesti juga menjadi bagian hak dari kaum perempuan di kota ini terkesan dikuasai habis oleh kaum laki-laki sampai hari ini, tanpa peduli dengan perempuan. Padahal ada bagian hak yang mesti diberikan kepada kaum perempuan, yang tidak boleh semena-mena dirampas dan terus dikuasai oleh kaum adam.
Untuk itu, kali ini komunitas perempuan kota berkeras keluar dari proteksi hak, kewenangan dan dominasi kaum laki-laki. “Tuhan menciptakan makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Begitu juga dengan manusia, diciptakan Tuhan atas laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan bukan sesuatu yang berlawanan satu sama lain, melainkan mereka berpasang dalam rangka menunjang tugas kemanusiaan itu sendiri,” jelas dr Yovita Anike Mitak, MPH.
Berbeda Dari Laki-laki
dr Nita Mitak, demikian sapaan manis mantan Direktris RSUD Prof. Dr WZ Yohannis itu mengingatkan kaum laki-laki bahwa sifat-sifat yang terdapat pada kaum perempuan dan membuat perempuan dicap sebagai kaum lemah, ‘kaum bodoh’, kaum singkat berpikir, ‘kaum nrimo’ dan lain-lain, bukanlah sifat-sifat yang karena kodrat terlekat pada kaum perempuan, tetapi adalah buat sebagian besar hasilnya pengurangan dan perbudakan perempuan yang turun temurun, beratus tahun bahkan beribu-ribu tahun. “Menurut pendapat saya, kita tak mempunya hak sedikitpun untuk mengatakan bahwa akal perempuan kalah dengan laki-laki. Setiap individu, apapun kondisi dan kendalanya adalah manusia berbakat. Kemampuan/kompetensi tidak ada perbedaan dalam jenis klamin.”
Nike Mitak menyebutkan, struktur otak perempuan dan laki-laki berbeda. Akan tetapi Karo Pemberdayaan Perempuan Pemrov NTT ini mengatakan, perbedaan dimaksud tidak menghasilkan perbedaan dalam tingkat kecerdasan. Perempuan dan laki-laki disebutkan, berbeda dalam cara menyelesaikan masalah, namun perbedaan itu tidak menunjuk pada kualitas berpikir. Kombinasi dua gaya berpikir dan perbedaan emosional membuat dua makluk ciptaan Tuhan ini menjadi istimewa jika bekerja sama. Perbedaan itu layaknya sang-malam, hitam-putih, baik-jelek, atau tinggi rendah. Artinya tidak mungkin disamakan, karena memang berbeda. Dan dalam perbedaan itu, mereka saling melengkapi untuk mewujudkan suatu keseimbangan.
“Keberadaan hawa yang menemani adam, sebagamana diceritakan dalam kitab suci adalah sebuah keseimbangan. Untuk mengetahui malam, harus ada siang, untuk mengetahui putih mesti ada hitam. Keseimbangan-keseimbangan tersebut telah dibuat sedemikian rupa,” papar Nike Mitak.
Pemuculan ketiga pentolan perempuan kota ini, dilakukan melalui sebuah deklarasi akbar oleh sebuah organisasi perempuan yang namanya Jaringan Perempuan Politik (JPP) NTT. Dalam JPP itu sudah tehimpuan semua potensi perempuan yang selama ini getol berbicara soal kesetaraan gender. Kesamaan hak atau berdiri sama tinggi duduk sama rendah antara laki-laki dan perempuan. Para tokoh perempuan NTT ini datang dari dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, karakter, etknik dan golongan. Memberikan spirit kepada tiga kaum mereka; dr Yovita Anike Mitak, MPH. dr. Tenggudai (Teda) Littik dan Pdt Lory Lena Foeh untuk maju bertarung melawan kaum laki-laki untuk memastikan siapa yang akan memimpin kota ini saat berakhir masa jabatan DUO DAN. Pertanyaan menyusul apakah bisa? Pertanyaan ini mesti dijawab sendiri oleh ketiga tokoh perempuan yang sudah memegang mandat tadi.
Sesungguhnya dr Teda Littik nampaknya sangat percaya diri bahwa ia dan kedua rekannya akan mampu mengatasi masalah sosial di kota ini. Dalam berbagai diskusi dengan Mingguan KOTA, dr Teda mengatakan bahwa banyak hal penting yang berhubungan dengan kebutuhan hidup hari-hari warga kota justru tidak cukup mendapat perhatian. Pemerintah kota selama ini lebih melihat sesuatu yang besar yang hanya bisa menjawab target dan keinginan politik.
“Percaya saja, perempuan akan membawa perubahan bagi warga kota ini. Jangan selalu mengatakan bahwa perempuan tidak bisa memimpin. Saya sudah masuk keluar rumah warga, masuk lorong-lorong dan gang di kota ini, saya cukup prihatin terhadap warga. Ada yang melarat, tidak mampu menyekolahkan anak, ada yang tidak mampu berobat ke rumah sakit karena tidak ada biaya. Jangankan itu, makan sehari-hari saja sulit diperoleh,” kata dr Teda suatu ketika.
Tergambar dalam beberapa pemikiran dr Teda Littik ketika deklarasi JPP 21 Juni lalu. Aktifis kesehatan NTT ini merujuk pada dasar pedoman, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (UU No. 17 2007); mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan adil sebagai landasan bagi tahapan pembangunan berikutnya, menuju masyarakat adil dan makmur dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945.
Menurut dr Teda, ada lima program nasional yang sangat relevan jika pemerintah kota serius dan memperhatikan betul korelasinya dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Kelima program pemerintah pusat itu yakni pertama; menciptakan kerjasama global dalam pembangunan, kedua; memastikan kelestarian lingkungan, ketiga; mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, keempat; menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, kelima; mencapai pendidikan dasar bagi semua.
Sebagai tokoh di Kota Kupang-NTT, dr Teda sangat konsern dengan beberapa persoalan kesehatan masyarakat yang selalu menjadi masalah yang meskipun dipandang sederhana tapi sungguh mematikan jika tidak segera mendapat perhatian. dr Teda berpedapat, persoalan ini harus mendapat perhatian serius dan sesegera mungkin ditangani yakni; aktifkan kembali posiandu, periksakan ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan, memberikan imunisasi lengkap kepada bayi, timbanglah bayi dan balita setiap bulan, berantaslah jentik nyamuk dengan 3 M plus, jagalah lingkungan agar tetap bersih dan ikuti program KB (keluarga Berencana).
Menurut dr Teda perbaikan dalam derajad kesehatan khususnya KIA diperlukan satu paket terobosan system pelayanan yang sinergis antara kesehatan dan pelayanan sosial untuk masyarakat miskin yaitu dengan memperbaiki penanganan kesehatan sanitasi dan air bersih serta menajemen penyakit khususnya terfokus pada perempuan dan anak yang harusnya menjadi prioritas.
“Adanya perbaikan derajad kesehatan ibu dan anak terjadi karena adanya dukungan dan penguatan oleh pemberdayaan perempuan yang terukur secara sosial dan politik melalui pendidikan, penyediaan lapangan kerja, dan keterlibatan masyarakat khususnya perempuan dalam pembangunan segala aspek,” jelas mantan relawan kesehatan di beberapa wilayah konflik seperti bumi rencong Aceh dan Negera Demokratik Timor Leste.
Selain itu ada lima pemikiran besar yang akan dijabarkan dalam berbagai kebijakan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Kupang, yakni; 1) Pemantapan kualitas pendidikan, 2) Pembangunan Ekonomi 3) Pembenahan system hukum (daerah) dan keadilan, 4) Konsolidasi tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup, 5) Agenda khusus meliputi; penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah perbatasan, pembangunan daerah kepulauan daerah terpencil dan penanggulangan bencana. ***