Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Menjaring di Darat

Jumat, 30 Desember 2011 | 22.37

MENJARING adalah sebuah kata kerja yang menunjuk pada suatu kegiatan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis “pukat” di laut, di danau dan di sungai berair  yang di dalamnya hidup berbagai jenis ikan. Tidaklah lazim orang menjaring di darat dalam arti yang sesungguhnya.

Menjaring dalam perspektif wacana Walikota Kupang mengandung makna mencari, mengumpulkan, menyeleksi, memisahkan, kemudian menilai, menghitung, mengukur kapasitas, kapabilitas, aksesibilitas, akuntabilitas dan moralitas seseorang bakal calon  pemimpin.

Selanjutnya, berbicara soal media ini, pada ruang ini, kami mencoba menjawab pandangan beberapa teman seprofesi soal homogenitas berita dalam Mingguan KOTA. Hemat teman-teman, kami terlalu “kaburu” menggulirkan wacana tentang bakal calon Walikota Kupang, yang tentu masih jauh waktunya. Sebagai pengelola media ini, kami harus tetap mengapresiasi semua kritik, saran dan pendapat sidang pembaca.

 Bagi kami, merangsang warga Kota Kupang untuk terus berdiskusi soal figur bakal calon walikota, harus dimulai hari ini. Karena hitungan satu tahun kerja dalam kalender politik, menurut kami, sama dengan satu bulan kerja efektif. Artinya kalkulasi sisa lebih setahun masa kekuasaan DUO DAN ini mesti digunakan seefektif mungkin guna terus mengingatkan warga kota agar jangan lagi kecolongan memilih wali (pemimpin) yang jauh dari harapan mereka.

Kami berpendapat, pilihan berwacana tentang walikota pasca DUO DAN lewat Mingguan KOTA, sungguh tidak mengusik ketenangan warga Kota Kupang di tengah kesibukan berkarya dan mengurus diri. Meskipun ibarat “menebar jala” di darat, di atas onggokan batu karang, atau sama artinya dengan sebuah pekerjaan yang sia-sia, tetapi bagi kami hal tersebut tidak menjadi sebuah persoalan. Kami harus konsisten dengan sikap ini. Kami akan terus menghimpun para bakal calon pemimpin yang masih tercecer, bakal calon walikota yang masih tersembunyi, yang mungkin saja jauh lebih berbakat dari para calon pemimpin stok lama yang ada, untuk dikenal publik.

Ketika edisi pertama Mingguan KOTA muncul, kepada kami, beberapa teman seprofesi, menanyakan soal keuntungan (profit) yang akan kami peroleh dari kemasan yang kami pilih untuk sebuah Mingguan KOTA di tengah merosotnya minat baca daya beli warga kota. Penilaian teman-teman bahwa menggulirkan wacana walikota saat ini, mungkin belum pas, tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran. Teman-teman ini semua baik hati. Mereka prihatin terhadap kekuatan ‘energi’ yang kami miliki demi menjaga kelangsungan hidup media ini. Mereka mengingatkan agar kami kembali mempertimbangkan secara matang model dan karakter tabloid yang kami asuh. Karena homogenitas berita Mingguan KOTA yang kami pilih ini cenderung idealistik dan karena itu, bisa saja mengalami kemunduran.

Sebagai teman, kami tetap menghargai usul dan saran mereka. Namun hemat kami, aspek penulisan wacana Walikota Kupang sebelum sisa masa tugas enam bulan dari DUO DAN, sudah tepat. Bagi kami langkah ini tidak terlalu salah. Kita mesti terus mengasah ketajaman daya kritis warga kota agar lebih berhati-hati lagi dalam menentukan pemimpin mereka.

Kami punya alasan kuat mengapa ‘pagi-pagi buta’ sudah menggulirkan figur-figur kandidat walikota lewat Mingguan KOTA yang kami rintis ini. Paling tidak, ada pengalaman kurang baik yang melatari alasan menerbitkan media ini, yang justru kemudian mengaburkan daya kritis warga kota, dimana orang baru rame-rame bicara tentang kandidat pemimpin kota ketika gong suksesi resmi ditabuh. Saat mana warga tidak lagi punya cukup waktu untuk memilih walikota yang tepat. Waktu enam bulan sangat singkat untuk mengajak warga mencari pemimpin yang lahir dari bibit yang unggul. Sehingga yang terjadi adalah warga kota ini disuruh membeo, menerima begitu saja suguhan calon pemimpin dari berbagai kelompok kepentingan. Lebih-lebih menerima tawaran murahan para Parpol peserta Pemilu, yang tentu sarat dengan kepentingan politik.

Akibatnya, muncul walikota ‘terpaksa.’ Terpaksa menerima walikota yang sudah uzur (menurun daya kritisnya). Terpaksa menerima walikota yang ‘tebang pilih.’ Terpaksa menerima walikota yang lebih berpikir menabung untuk hari tua (safety). Terpaksa menjalani hidup mereka di bawah kepemimpinan wali yang lebih melindungi kepentingan kelompok dan golongan tertentu dan seterusnya.

Untuk menghindari kemungkinan itu, mulai sekarang kita sudah harus mengajak warga kota ini untuk serius menyeleksi kandidat walikota pasca kepemimpinan DUO DAN. Jika perlu, dibentuklah lembaga independen yang lahir atas inisiatif warga kota untuk menjaring secara ketat bakal calon walikota, lalu menawarkan kepada Parpol-Parpol yang dianggap layak. Karena yang punya kepentingan langsung adalah warga Kota Kupang, bukan partai atau lembaga survey. Warga kota punya hak untuk mencari bakal calon pemimpin yang ideal. Cari figur yang tidak materialistik, tidak egoistik, tidak fanatik kelompok, memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan  berbudi pekerti.

Untuk itulah, mulai hari ini kami terus mengejar siapapun warga kota yang sudah punya hak memilih dan dipilih untuk kemudian ditawarkan dan secara terus menerus disosialisasikan kepada warga kota Kupang lengkap dengan berbagai pengalaman dan asal usulnya. Sudah barang tentu figur-figur yang kami tawarkan kepada warga lewat media ini, pasti memiliki reputasi baik.

Jadi dalam edisi ini dan seterusnya Mingguan KOTA tetap konsisten menurunkan figur-figur bakal calon pemimpin yang kapabilitasnya terukur.

Di edisi  ini, selain menurunkan figur-figur bakal calon Walikota Kupang,  karena masih ada kaitannya dengan hari ibu, tanggal 22 Desember, maka tidak ada salahnya Mingguan KOTA merilis kegiatan ibu-ibu NTT dalam berbagai bidang untuk  diteladani. Para srikandi ini sangatlah berperan memberikan sumbangsih, khususnya, berkarya bagi masyarakat NTT dan mendorong semangat sesama kaumnya untuk lebih maju lagi.

Dari ruang redaksi kami juga menyampaikan bahwa dalam edisi ini belum semua figur, tokoh perempuan dan laki-laki diturunkan, karena keterbatasan halaman, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada sejumlah tokoh yang sudah sempat kami wawancarai untuk dapat memaklumi kondisi keterbatasan kami. Kami tentu terus berupaya agar secara perlahan dapat berbenah diri sehingga bisa menjawab  selera sidang pembaca. Kami sadar, setiap tampilan yang kami suguhkan tak mungkin dapat memuaskan pembaca secara sempurna. 

Oleh: Yes Petrusz