Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Membangun MBD dengan Hati Nurani

Jumat, 17 Februari 2012 | 19.06

          Semua orang berpikir tentang mengubah dunia, tapi tidak ada yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri.  (Leo Tolstoy)

foto dok:yesayas/rumah tradisional masyarakat MBD(Kisar)


Maluku Tenggara Jauh
KOTA-Online (Jogyakarta)- SEBELUM menjadi daerah otonom, MBD dikenal dengan sebutan Tenggara jauh. Mengapa jauh? karena letaknya yang jauh dari kota kabupaten, apalagi dari kota Provinsi. Sekian lama masyarakat MBD bagaikan tercecer dari pemerintahan baik pusat maupun daerah, orang-orang kota membayangkan daerah MBD adalah daerah belakang tanah, entah siapa yang berada di depan tanah. Dengan letak yang jauh dari kota kabupaten dan provinsi, masyarakat kita yang merantau tentu saja menjadi pendatang yang bersusah payah mencari tempat tinggal yang layak agar dapat melanjutkan studi (kuliah).

Pilihan untuk kuliah ternyata bukanlah pilihan yang mudah, sebab harus merantau, ada yang tinggal dengan keluarga sendiri dan ada pula yang memilih tapiara (tinggal dengan orang lain) sambil kerja apa saja yang penting dapat uang untuk biayai kuliah.
 
Transportasi yang mebghubungkan daerah kita dengan kota kabupaten dan provinsi hanyalah kapal perintis yang sebenarnya lebih layak menjadi kapal barang ketimbang kapal penumpang, namun itulah andalan kita. Kita berlayar berminggu-minggu jika sedang musim ombak, bersama dengan barang-barang dan binatang, tiada sekat antara manusia, barang dan binatang. Meskipun menderita namun perjuangan untuk dapat hidup lebih kuat daripada penderitaan sehingga kita pantang menyerah. Putera-puteri kita setiap tahunnya mendapatkan gelar sarjana dan kini mereka terpencar di Maluku bahkan luar Maluku sebagai PNS,wiraswasta dll.

Maluku Barat Daya
Kita merasa belum puas, manakala kita masih menjadi satu kabupaten dengan Maluku Tenggara barat (MTB). Kita merasa kalau kita masih tetap menjadi orang-orang yang termarginal oleh karena sistem-sistem pemerintahan yang dibangun tidak banyak memihak kepada kita. Semangat untuk menjadi daerah otonom terus diperjuangkan hingga akhirnya dengan pertolongan Tuhan, MBD menjadi wilayah otonom. Alangkah gembiranya kita, karena kita seperti orang terjajah yang baru pertama kali merasakan kemerdekaan. Kita ingin bebas mengatur daerah kita sendiri, kita ingin pemerintahan berjalan baik dan pembangunan dilakukan secara adil dan merata agar masyarakat kita sejahtera dan kita terlepas dari stereotipe daerah tertinggal, miskin dan terpencil.

Sayang sekali, semangat otonomi yang menggebu. Kesenangan yang meluap berubah menjadi semangat primordialisme sempit. Persatuan dan kesatuan kita yang selama ini terbukti mampu merekatkan kita mulai mengendor. Di MBD, kita tidak merasa sebagai satu masyarakat MBD tetapi yang ada adalah orang Kisar, Orang tepa,Orang moa,Orang Leti, Orang Luang, orang Sermata,Orang Dai,Orang Dawelor,Orang Marsela dst. Para calon Kepala Daerah sibuk mengembangkan isu putera daerah yang mau membangun daerah malahan terjebak dalam pengkotak-kotakan masyarakat, dengan janji-janji yang menyesatkan.

Kita sebagai satu masyarakat MBD yang terdiri dari kampung-kampung yang saling berbatasan baik dengan darat maupun laut namun bagaikan jeruk Kisar, kita terpisah-pisah namun ada selaput yang merekatkan kita dan ada kulit yang melindungi kita sehingga kita tetap satu. Jeruk Kisar kalau di kupas, isinya yang manis saling melekat. Demikianpun masyarakat MBD, kita terpisah daerah tetapi satu MBD. Jangan pernah berpikir primordial, jangan pernah memanfaatkan otonomi daerah kita untuk memecah belah persatuan dan solidaritas kebersamaan kita yang terbangun selama ini.

Pasca Pilkada, mestinya pemerintah melakukan konsolidasi ke semua daerah agar masyarakat tidak lagi terkotak-kotak sehingga tidak ada istilah ini daerah yang memenangkan saya dan itu daerah yang tidak memenangkan saya. Pemerintah terpilih hendaknya tidak membeda-bedakan masyarakat seperti itu sebab berbeda dalam pilihan adalah hak masyarakat, apapun pilihan mereka tetapi setelah pemilihan, pemerintah terpilih tetap merangkul mereka sebagai masayarakat MBD, tiada anak emas dan anak perak.

Demikianpun para PNS yang telah memilih mengabdi selama ini di MBD. Perbedaan pilihan bukan berarti mereka disingkirkan dari jabatan, sebab untuk menduduki jabatan bukan terletak pada siapa konco saya, siapa yang memilih saya dan ada di kubu saya. Menetapkan pejabat pada dinas-dinas dan jabatan-jabatan lainnya mesti melalui penggodokan yang matang dengan memperhitungkan kualitas kiinerjanya dan integritas dirinya bukan yang lain. Apakah ini ada di MBD?

Membangun MBD mesti menggunakan hati nurani yang bersih, hati yang bersih akan memulai dari menata dirinya sebelum membangun dan menata lembaga yang ia pimpin. Membangun dengan nurani tidak menghalalkan pilihan konco, keluarga,orang sekampung untuk ditempatkan pada jabatan-jabatan penting yang akhirnya hanya bekerja untuk mengejar keuntungan pribadi dan menelantarkan masyarakat. Membangun dengan hati nurani mengundang sang pemimpin untuk berjalan kaki, masuk dari dapur dan melihat langsung keseharian rakyatnya, apakah mereka cukup makan? Apakah mereka tinggal di rumah layak huni?

Membangun MBD dengan hati nurani akan menggerakkan pemimpinnya untuk tidak tidur nyenyak di atas derita rakyatnya, sebab nuraninya akan menggerakkan ia untuk menangis bersama rakyat, merasakan suka-duka mereka dan bersama-sama mencari jalan keluarnya. Mengubah MBD, haruslah dimulai dari diri sendiri, terutama diri sang pemimpin.
by.Weldemina Yudit Tiwery