Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

“Sehingga Kita Sewenang-wenang” (Catatan Tentang Hutan Kota),

Selasa, 07 Februari 2012 | 19.12



KOTA-Online (Kupang)–SETELAH pohon terakhir ditebang. Setelah sungai terakhir diracuni. Setelah ikan terakhir ditangkap. Setelah itulah kamu akan mengerti, bahwa uang tidak dapat dimakan...!!!

“Mengapa tanahku rawan kini, bukit-bukit pun telanjang berdiri. Pohon dan rumput-rumput enggan bersemi kembali dan burung-burung pun malu bernyanyi”. Demikian terungkap dalam tembang yang dinyanyikan oleh almarhum Gombloh, dengan judul “Berita Cuaca”.

Perdamaian dunia menjadi terancam bukan hanya diakibatkan oleh perang, perlombaan senjata, konflik regional dan ketidakadilan di antara manusia dan bangsa, namun juga oleh rendahnya penghargaan manusia terhadap alam, eksploitasi sumber daya alam yang tidak seimbang dan oleh kerusakan kualitas lingkungan yang terus meningkat.

Dalam perspektif agama, manusia diciptakan Tuhan agar dapat memelihara dan menyempurnakan Bumi beserta isinya. Namun, manusia telah menyalahgunakan kebebasannya. Karena itu kejahatan tertinggi manusia setelah membunuh sesamanya adalah merusak lingkungan. Masa sekarang ini bangsa Indonesia khususnya masyarakat Kota Kupang mengalami kebangkrutan moral dan spiritual. “Hati kita sudah gelap sehingga sewenang-wenang merusak lingkungan dan diri sendiri tanpa merasa bersalah. Inilah persoalan paling sulit dari manusia beragama menghadapi lingkungannya”.

Kita dapat melihatnya pada persoalan pembangunan fisik di Kota Kupang yang cenderung mengurangi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini diperburuk lagi dengan meningkatnya penggunaan mesin, yang mengakibatkan adanya masalah polusi. Lingkungan hidup pun menjadi tercemar. Karena itu, fungsi penghutanan kota sangat vital bagi kehidupan penduduk. Selain kualitas udara yang buruk, temperamen masyarakat Kota Kupang yang gampang marah dan tindak kriminal lainnya, dapat disebabkan oleh udara panas yang tidak terlindungi oleh pepohonan serta tumbuhan lainnya sebagai penyejuk.

Polusi Udara
Gerakan alam semesta, berdasarkan asas-asas ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, berada di tangan TUHAN, yang mempercayakan matahari untuk memproduksi dan medistribusi energi, karena saluran energi alam semesta itu berada di matahari. Daripada menggunakan sumber energi baru yang hebat ini kita tak henti-hentinya telah berusaha mencapai dan memanfaatkan energi fosil dan mengakibatkan problem ekologis atau lingkungan sekaligus dengan berangsur-angsur merusak stabilitas planet kita.

Selaput paru-paru merupakan jaringan yang paling luas dari sejumlah jaringan badan yang langsung mencegah suatu kejadian yang tak diharapkan antar manusia dan lingkungan. Selaput permukaan paru-paru itu seluas lapangan tenis dan setiap hari terkena volume udara dan segala sesuatu yang mencemarkan kira-kira sebanyak yang dapat memenuhi sebuah kolam renang. Sampai berapa jauh sarana-sarana yang mengakibatkan infeksi, racun-racun kimiawi, debu dan logam yang halus itu menembus daya tahan paru-paru, menentukan perkembangan penyakit pernapasan – tuberkulosa, bronkhitis, silikosis, bronkhitis pengisap rokok, emfisisma dan asma yang mengakibatkan kehidupan tak tertahankan. Pembawa polusi dari lingkungan tidak hanya mengurangi kemampuan kerja paru-paru, tetapi juga mengubah perkembangan immunitas dan efektifitas pertahanan paru-paru.                    

Keluhan masyarakat akan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara telah mulai terasa. Bahkan, dikabarkan telah meningkatkan beberapa penyakit dan gangguan kesehatan di berbagai pelayanan kesehatan. Penyakit pada seluruh saluran pernapasan, iritasi mata dan kulit. Namun, keluhan yang paling banyak dijumpai adalah batuk-batuk.

Menghubungkan polusi udara dengan kecenderungan timbulnya gejala batuk memang wajar meskipun batuk tersebut dapat disebabkan hal lain. Batuk yang normal adalah suatu gejala refleks, suatu respons otomatis terhadap rangsangan tertentu .batuk tidak dapat dikendalikan oleh kehendak meskipun kadang-kadang orang mampu menahan menahan batuk atau berpura-pura batuk. Bahkan, seseorang yang kesadarannya kurang sekalipun, bila terkena rangsangan yang cukup, akan terbatuk-batuk, kecuali kesadarannya telah mencapai tingkat yang berbahaya.

Apabila udara yang ter-polusi maupun partikel kecil masuk ke dalam saluran pernapasan, akan menyentuh dinding saluran tersebut. Sentuhan ini menimbulkan rangsang pada saraf yang berhubungan dengan pusatnya di otak. Dari otak, pesan yang datang tersebut didistribusikan ke sejumlah pusat pengendalian yang berlainan. Masing-masing akan menggerakkan ke luar dan terjadilah beberapa gerakan yang serentak.

Mula-mula timbul kontraksi otot dada dan sekat rongga dada secara cepat. Ini menyebabkan seseorang menyedot udara lebih banyak dan cepat pula, seakan siap untuk berbicara. selanjutnya glottis, yang merupakan pintu pada bagian belakang  kerongkongan yang bertugas menutup saluran pernapasan pada waktu menelan, tertutup. Dengan demikian, makanan dan minuman tidak sampai masuk ke dalam paru-paru. Segera otot dada dan dinding perut mengadakan kontraksi pula, tetapi dengan kegiatan yang berlawanan, sehingga rongga dada menyempit. Ketika itu, glottis masih tetap tertutup sehingga tidak terdapat udara yang keluar.

Sementara itu, tekanan udara dalam rongga dada sangat besar, kemudian secara tiba-tiba glottis terbuka, udara keluar dengan tekanan besar dan cepat, melemparkan atau benda asing yang masuk tersebut ke luar. Pola reaksi ini sangat kompleks, melibatkan suatu pengaturan kontraksi  sejumlah otot dari hidung sampai ke ujung kaki. Sewaktu batuk, dirasakan bahwa seluruh otot tubuh ikut berkontraksi, terutama jika batuk itu sangat hebat.

Patut dipertanyakan, benarkah keluhan batuk-batuk, bahkan peningkatan penderita infeksi saluran pernapasan adalah akibat pencemaran udara? Kemungkinan memang ada meskipun bukan satu-atunya penyebab.

Seseorang yang berada di lingkungan udara kurang bersih, sering menderita batuk. Pencemaran udara karena kabut asap, debu kendaraan di jalan maupun kegiatan industri, merupakan problem yang serius akhir-akhir ini. Pencemaran tersebut secara bermakna telah meningkatkan penyakit aliran pernapasan yang menimbulkan gejala batuk-batuk.

Apabila pencemaran udara disertai dengan partikel yang berukuran sekitar 5 mikron, bukan hanya iritasi yang menyebabkan mata pedih serta batuk-batuk yang dapat terjadi, tetapi dikhawatirkan menyebabkan pneumokonioses, timbunan partikel di jaringan paru. Gangguan penapasan berupa sesak napas, batuk-batuk diserta produksi dahak yang banyak, merupakan sebagian gejala yang tampak. Bahkan, partikel dari bahan tertentu merupakan pedisposisi bagi kanker paru.

Namun demikian, perlu diingat bahwa berbagai penyakit dapat menimbulkan gejala batuk, bahkan disertai sesak napas, tuberculosis, asma bronkhiale, kanker paru, dan lain-lain. Rangsangan asap maupun debu karena proses lain pun dapat menimbulkan gejala batuk. Maka kecurigaan bahwa meningkatnya penderita batuk, bahkan infeksi aluran pernapasan yang ada di masyarakat, jangan terlalu dihubungkan dengan pencemaran udara yang meresahkan berbagai sektor akhir-akhir ini meskipun tetap harus diwaspadai dan diantisipasi.

Masalah Hutan Kota
Kegiatan penataan berjalan terus. Seiring itu dampak negatifnya meningkat pula. Kini masalah polusi menjadi masalah besar bagi Kota Kupang. Mengapa sampai begitu? Hal ini merupakan akibat logis dari kegiatan pembangunan Kota Kupang.

Sasaran fisik pembangunan biasanya cenderung memaksimalkan struktur kota, meminimalkan Ruang Terbuka Hijau, serta menghilang wajah alam. Pembangunan fisik kota, baik vertikal maupun horizontal, ditambah cenderungnya manusia mengandalkan kemampuan teknologi modern dalam pembangunan Kota Kupang. Mereka kurang menghiraukan kondisi keseimbangan ekologi Kota. Akibatnya sering terjadi ulah manusia untuk mengubah ekosistem alam menjadi ekosistem buatan.

Perubahan norma alam ini memunculkan masalah baru yang harus dihadapi masyarakat akibat daya dukung lahan telah melampaui daya dukung maksimal. Misalnya; intrusi air laut, brasi pantai, penurunan air tanah, sungai mongering, kualitas udara yang buruk, banjir, perubahan suhu, serta penyakit akibat polutan udara, seperti; SO2, CO, NO, HF, HCI, Photo Chemical Oxi dan lainya. Kandungan polutan di udara dalam jumlah besar akan menimbulkan gangguan pencemaran, sakit kepala, iritasi mata, pernafasan, hidung, stress dan lain-lain.

Untuk menanggulanginya pemerintah bersama masyarakat Kota Kupang perlu mencanangkan pembangunan Ruang Terbuka Hijau. Kota Kupang  mempunyai fungsi sebagai ibukota propinsi Nusa Tenggara Timur, bisnis, pendidikan, pariwisata, industri kecil dan menengah. Faktor penurun kualitas lingkungan ialah pertambahan penduduk. Jumlah penduduk yang besar akan diikuti kebutuhan pemukiman, transportasi, lapangan pekerjaan dan air bersih. Karena Kupang terletak di pinggiran pantai, maka pembangunan areal industri, jalan, pemukiman, dan daerah wisata pinggiran pantai akan merusak ekosistem pantai (hutan mangrove).

Berkurangnya vegetasi pepohonan atau ruang terbuka hijau menyebabkan turunnya penetrasi air hujan ke dalam tanah, erosi, serta peningkatan surface run off dari air hujan. Selain itu jumlah penduduk dan jumlah industri yang besar akan meningkatkan kebutuhan air bersih yang sebagian besar dipenuhi air tanah. Kelebihan pengambilan air tanah berlebihan ini akan menyebabkan masuknya sebagian air laut ke rongga bawah tanah (intrusi air laut).

Fungsi Hutan Kota
Menyadari bahaya yang mungkin akan terjadi, pemerintah dan masyarakat Kota Kupang perlu membangun beberapa lokasi hutan kota dari sekarang. Misalnya Kawasan Industri Bolok (KIB) termasuk Tempat Pembuangan Akhir/ Alak, sekitar kawasan lapangan terbang Penfui Kupang, Perumnas-RSS dan perumahan BTN Kolhua, Bumi perkemahan Baumata, daerah aliran sungai Liliba, serta daerah pinggiran pantai mulai dari kelurahan Namosain, Oeba, Pasir Panjang, Kelapa Lima, Oesapa dan juga kawasan wisata Lasiana.

Dibangunnya hutan kota tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: Tempat penetrasi air hujan. Pembersih udara dari partikel (polutan) bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Pengatur iklim (filter sinar matahari, pemecah angin). Peredam suara (kebisingan) yang dihasilkan kendaraan bermotor serta aktivitas industri. Tempat tumbuh (storeage) plasma nutfah terutama untuk spesies pepohonan yang langka. Tempat hidup satwa. Media pendidikan baik formal maupun informal. Tempat rekreasi. Areal penelitian, baik ilmu hayati alam dan sosial dan terakhir untuk Produksi kayu.

Pohon secara alamiah banyak berfungsi mengatur keseimbangan ekosistem, dalam respirasinya tumbuhan hidup yang memerlukan CO2 dan mengeluarkan O2 dibutuhkan manusia untuk pembakaran dalam tubuhnya. Dalam metabolisme tumbuhan memerlukan NO2, di mana CO2 dan NO2 yang banyak tersedia pada udara yang telah terpolusi.

Bulu dedaunan mampu menangkap dan menahan debu-debu polutan. Gas kimia dapat dibersihkan atau diserap oleh stomoto daun. Dedaunan dan cabangnya dapat menahan kerasnya angin. Perakaran dapat menahan erosi tanah. Kerapatan daun dapat menahan dan menyaring sinar matahari langsung yang sebagian sinarnya mampu mengganggu kesehatan manusia.

Dapat dirasakan betapa perlunya kehadiran pepohonan di lingkungan hidup manusia. Karena pentingnya arti keberadaan hutan kota untuk ikut menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka pembangunan harus terus dikembangkan. Sehingga terwujudnya kota kasih (Kupang) yang indah karena indah alamnya.

Masalah penghijauan dan konservasi alam sekarang bukan lagi kebutuhan, tapi sudah keharusan. Hal ini disebabkan menurunnya daya dukung alam dan lingkungan (polusi udara) sebagai akibat padatnya penduduk dan turunnya kualitas lingkungan. Keadaan itu tidak mungkin dibiarkan berlanjut, karena selain rasa tanggung jawab kita terhadap generasi mendatang, juga kewajiban agar hasil pemberian Tuhan ini mampu mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan.

Agama dapat membuat kita lebih peka akan menjaga dan melestarikan alam serta membantu kita melihat apa yang ada dibelakangnya (Tuhan Maha Pencipta). Juga ada prinsip-prinsip tertentu yang secara implisit, jika tidak eksplisit, diterima, seperti gagasan bahwa merusak lingkungan itu salah atau ada hubungan langsung antara hal-hal yang alami dan hal-hal yang baik. Agama dapat membantu kita menggali prinsip-prinsip implisit tersebut, menganalisanya, dan melihat apa yang benar dan apa yang tidak benar tentangnya. Peran agama di sini bukanlah untuk membuat ketentuan, namun juga lebih dari sekadar kebetulan.

Ah...., kehijauan hutan, kemanakah pepohonanmu hilang? Kita cukup menengadahkan kepala ke arah lereng-lereng di kejauhan maka, akan nampak betapa jarangnya pohon yang ada di sana. Aku bertanya kapan masalah ini usai, apakah pernah akan berakhir? Aku sungguh ingin tahu. Kenapa kita begitu tidak peduli dengan hal-hal yang jelas-jelas akan memusnahkah kita? Ini menjadi PR kita yang cukup penting. Pertanyaan-nya kini adalah sejauh mana kita, terutama orang-orang yang ingin melihat perubahan menyikapi ini semua.

Tidak hanya ditingkatan pribadi, tidak hanya untuk kasus per kasus tetapi secara menyeluruh. Saatnya mencermati cara pikir kita yang kurang tepat. Pikiran yang memisah-misahkan masalah dari akar masalah. Suatu hal seakan-akan dapat berdiri sendiri-sendiri. Seringkali kita menggangap antara mengunduli hutan dan datangnya banjir-tanah longsor menjadi dua hal yang tak ada kaitannya.

Aku diam termenung, lama sekali..., Memikirkan ini semua membuatku bingung. Saatnya membuat perubahan. Menjadi tahu itu menyengsarakan. Ketika kita tidak lagi hanya berhayal tetapi kita melihat sendiri kenyataannya atau jika dibalik, saat kenyataan tersebut mendatangi kita. Kita kemudian dihadapkan akan pilihan harus bertindak atau diam saja. Segala apa yang kita pilih akan menciptakan suatu hal pada diri kita sendiri.*
Oleh: Fransisco Andre D. Djemalu, S.Sos
(Buat Kupang, Kota Kasih)